PF MEDIA

Media Terbaik Membaca Berita Indonesia

Gelar Webinar Nasional, PPT ARSI Sulsel Bahas Kelas Rawat Inap Standar dan Tantangan Faskes

MAKASSAR – Persatuan Perguruan Tinggi Manajemen Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PPT-ARSI) dibawah naungan DPD PPT-ARSI Sulawesi menggelar webinar nasional bertajuk Implementasi Kebijakan dan Tantangan Standar Kelas Rumah Sakit (KRIS) pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Sulawesi Selatan. , Sabtu (28/09/2024).

Pembukaan Webinar Nasional diawali dengan pemaparan Ketua Panitia, Nursapriani, SKM., MARS dan dibuka resmi oleh Ketua DPD PPT-ARSI Sulawesi La Ode Muhammad Ady Ardyawan, S.Kep., N.s., Presiden. M.Kes.

Webinar Nasional ini menghadirkan tiga pembicara yaitu Prof. Dr. Dr. Abdul Kadir, Ph.D., Sp.THT-KL(K)., MARS sebagai keynote speaker; Agus Santosa, S.Kp M.Kes., CHCM, juga magang di RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo; dan Dr. Irwandy, SKM., M.Kes., M.Sc.PH, FKM merupakan dosen Manajemen Rumah Sakit Unhas.

Sedangkan moderator acara ini adalah Dewi Astuti SKM., MARS yang merupakan pengurus DPD PPT-ARSI Sulawesi.

Dalam webinar kali ini Prof. Kadir mengatakan prinsip kesetaraan dan keadilan mendasari terciptanya KRIS.

“Survei awal menunjukkan kepuasan pasien tinggi dan sangat mendukung penerapan KRIS,” kata Profesor Kadir dalam presentasi dilansir Sulsel Sehat.

Menurut Profesor Kadir, ada 12 kriteria penerapan KRIS. “KRIS bukan untuk mempersulit rumah sakit, tapi untuk memberikan manfaat bagi seluruh pasien,” ujarnya.

Oleh karena itu, penerapan KRIS memerlukan komitmen seluruh pemangku kepentingan. “Evaluasi 100% harus dilakukan pada Juni 2025,” pungkas Kadir.

Dr Agus selaku narasumber kedua menambahkan, KRIS merupakan sistem baru dalam pelayanan BPJS kesehatan di rumah sakit.

“KRIS berangkat dari amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN bahwa pelayanan rumah sakit berhak diberikan sesuai standar,” ujarnya.

Ia menjelaskan, uji coba pengenalan KRIS dilakukan di 14 rumah sakit, antara lain RS Notopuro Sidoarjo dan RS Tajuddin Chalid Makassar.

Namun yang perlu diperhatikan adalah besaran iuran BPJS kesehatan harus dihitung secara cermat dan profesional dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat Indonesia dalam membayar, kata Agus.

Penerapan KRIS, lanjutnya, bukannya tanpa tantangan dan hambatan. Ia lantas mencontohkan apa yang terjadi di RSUD Sidoarco

“Telah terjadi perubahan finansial, perbaikan fasilitas yang mengganggu kenyamanan pasien, dan diperlukan upaya untuk menyamakan persepsi internal, khususnya di kalangan pimpinan rumah sakit,” ujarnya.

Sementara narasumber ketiga, Dr Irvandi menyoroti tiga pilar utama Jaminan Kesehatan Nasional. “Tiga pilarnya adalah institusi kesehatan, pasien membayar dan ada penjamin. Keuntungan utama penerapan KRIS adalah menjamin minimalnya kualitas pelayanan non medis,” jelasnya.

Irvandi mengatakan kesulitan penerapan KRIS terletak pada perbedaan persepsi masing-masing pemangku kepentingan, seperti interpretasi standar KRIS. Selain itu, peraturan dan ketentuan KRIS masih dalam tahap pengembangan.

Perbandingannya untuk RS pemerintah 60% tempat tidur KRIS, 30% tempat tidur non-KRIS, 10% tempat tidur ICU. Sedangkan untuk RS swasta 40% tempat tidur KRIS, 50% tempat tidur non-KRIS, dan 10% tempat tidur ICU. katanya.

Seusai acara, Ketua Panitia Nursapriani menyampaikan harapan agar kegiatan serupa dapat dilanjutkan oleh PPT-ARSI Sulawesi Selatan.

“Saya berharap kegiatan seperti ini dapat terus dilakukan oleh PPT-ARSI Sulsel agar koordinasi antar program pelatihan manajemen rumah sakit di Sulsel terus terjalin dan profesi manajemen rumah sakit lebih dikenal masyarakat,” ujarnya Rini, menyapa sahabatnya. (*)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *