Bayangkan pemimpin yang berdiri di atas pemerintah -podium. Berjanji untuk mengembangkan infrastruktur, yang dikenal untuk meningkatkan ekonomi, pendidikan gratis, birokrasi, dan mengubah nasib orang kecil. Semuanya terdengar seperti simfoni yang indah di telinga yang haus untuk perubahan. Tetapi seiring waktu, janji itu menjadi debu yang terbang oleh angin dan menghilang tanpa menyadarinya. Orang Indonesia dapat memaafkan para pemimpin yang membuat kesalahan dengan semua kebijaksanaan. Tapi satu hal yang tidak bisa mereka maafkan adalah seorang pemimpin yang menipu harapan. Para pemimpin seperti itu sering memulai kepemimpinan dengan janji besar, tetapi begitu mereka terpilih, mereka lebih sibuk dengan gambar dan gambar daripada bekerja dalam kenyataan untuk orang -orang. Mereka membangun cerita besar tentang media sosial, terkait dengan bel, dan menghabiskan anggaran promosi mereka sendiri, sementara orang -orang berjuang dengan kemiskinan, pengangguran dan layanan publik yang buruk. Promosi yang tidak berbuah, orang yang kehilangan kepercayaan mereka tidak memerlukan kesempurnaan bagi para pemimpin. Segala sesuatu yang mereka inginkan yakin bahwa janji -janji yang mereka katakan tidak diubah untuk berbohong. Jika pemimpin tidak terus memenuhi janjinya, orang -orang mulai kehilangan kepercayaan. Dan jika kepercayaan hilang, apa kiri pemimpin? Kehilangan kepercayaan orang adalah pukulan besar bagi semua pemimpin. Produknya tidak lagi dapat diandalkan, jadi itu seperti penjual yang kehilangan pelanggan. Para pemimpin yang tidak menyadari janji -janji mereka akan perlahan -lahan terasing oleh mereka yang terbiasa mendukung. Mereka akan dianggap sebagai “pencari kerja”, yang menggunakan posisi kepemimpinan mereka untuk kepentingan individu, dan yang tidak melayani orang. Judul “Raja Ngibul” dan akhir yang tragis dari sejarah, kita sering melihat bagaimana para pemimpin yang sering mengabaikan aspirasi orang dipermalukan. Mereka dijuluki dalam berbagai nama, salah satunya adalah “Raja Ngibul”. Nama panggilan ini bukan hanya lelucon, tetapi juga ekspresi yang mendalam dari kekecewaan orang. Ketika orang -orang memberikan gelar ini, itu berarti bahwa pemimpin telah kehilangan segalanya, seperti reputasi, kehormatan, dan masa depan politiknya. Tetapi lebih dari itu, gelar ini adalah peringatan bagi para pemimpin lain. Jangan mengacaukan harapan orang. Jangan menganggap janji temu sebagai alat untuk berbunyi. Ketika orang -orang lelah, mereka tidak hanya akan meninggalkan pemimpin tetapi juga sebagai simbol kegagalan dan kebohongan. Pelajaran ini, cerita baru untuk para pemimpin masa depan untuk para pemimpin masa depan, harus mengingatkan kita bahwa janji itu bukan kata yang kosong, tetapi dedikasi. Jika Anda berjanji untuk membangun jalan, pastikan jalannya selesai. Jika Anda berjanji untuk meningkatkan pendidikan Anda, pastikan anak -anak Anda dapat berubah. Jangan fokus pada pencitraan, tetapi fokus pada hasil yang sebenarnya. Seorang pemimpin yang baik adalah seorang pemimpin yang menghadapi kenyataan, mendengarkan kritik, dan bekerja keras untuk rakyatnya. Para pemimpin seperti itu tidak akan diingat sebagai “Raja Ngibul,” tetapi sebagai orang yang membawa perubahan nyata, ia dapat menginspirasi generasi berikutnya untuk percaya pada masa depan yang lebih baik. Karena itu, berhati -hatilah kepada para pemimpin yang ingin menjual janji mereka tanpa realisasi. Orang -orang semakin pintar dan tidak akan ragu -ragu. Jangan merekam Anda dengan lelucon yang sama dengan judul yang menyakitkan. Jakarta, 8 Januari 2025, Hendri Campaika Indonesia Jurnalis Nasional/JNI/Cendekia
Hendri Kampai: Banyak Berjanji tapi Minus Realisasi, Siap-Siap Ditinggal Rakyat dan Berakhir dengan Gelar 'Raja Ngibul'

Leave a Reply