PF Media, Jakarta – Gunung Il Wukuh merupakan gunung yang terletak di Pulau Flores, Indonesia, atau sebelah barat Gunung Liutobe. Secara administratif gunung ini berbatasan dengan Kabupaten Flores Timur dengan Kabupaten Sika Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Puncak Gunung El Wuku terletak di sebelah timur Kabupaten Flores, dan ketinggian gunung ini adalah 1.431 meter di atas permukaan laut. Lereng Gunung Belut Wukoh dilintasi oleh sungai-sungai seperti Sungai Nangagit, Sungai Wai Kumang, Sungai Wai Broda dan anak-anak sungai Wai Rokat.

Gunung Ile Wokoh terletak di sebelah barat puncak kembar Luteopi. Saat pendaki menuruni jalur curam dari Kubah Ljutopi, Gunung Ile Wokoh terlihat di sebelah kiri Anda dari kejauhan. Dari sini pendakian terlihat cukup landai hingga mencapai dasar puncak yang kemudian tiba-tiba naik.

Ada banyak hal tentang Gunung Ele Wokoh selain lokasi dan ketinggiannya. Berikut enam fakta menarik Gunung Il Wukuh yang dirangkum tim gaya hidup PF Media dari berbagai sumber, Rabu (9/4/2024). 1. Termasuk gunung stratovolcano

Gunung Ile Wokoh merupakan salah satu jenis stratovolcano atau gunung api kerucut. Gunung ini merupakan gunung berapi purba dengan efek vulkanik berupa kawah retak yang terbuka ke arah barat laut sehingga menghasilkan lembah yang curam. Hasil sisa-sisa aktivitas vulkanik yang ditemukan di Gunung Gunung Il Wukuh berupa batuan lava, breksi, balok dan tufa pasir yang tersebar disekitarnya. 

Dikutip dari laman Gunung Baging, Gunung Ile Wukoh masih dianggap misterius oleh warga setempat dengan banyaknya cerita rakyat tentang gunung ini, khususnya bagi masyarakat Desa Hewa, Kecamatan Wulanggitang, sebelah timur Kabupaten Flores. Tampaknya pengaruh zaman pagan masih mengakar di kalangan penduduk desa.

Seperti Gunung Liutopi, kedua puncaknya, Wukue dan Ledo, dianggap “jantan dan betina”. Setiap tahunnya, sekitar bulan Oktober, saat mendekati musim hujan, warga mendaki ke puncak Gunung Ele Wokoh untuk berdoa.

Mereka meminta hujan di kemudian hari agar hasil pertanian mereka melimpah dan bagus. Ritual ini dilakukan dengan cara mempersembahkan kurban berupa ayam atau babi yang kemudian dimasak dan dimakan di puncak gunung sebelum warga turun gunung. 3. Memiliki dua puncak 

Dibutuhkan waktu empat jam perjalanan untuk mendaki Gunung Ele Wokoh. Puncak gunung ini terdiri dari dua puncak berbatu terjal, Ile Lido (1.273 meter di atas permukaan laut) dan Ile Woco. Puncak-puncak tersebut mungkin merupakan sisa-sisa gunung berapi purba yang terkikis oleh waktu. Tidak ada kawah gunung berapi di puncaknya.

 

Pendakian dimulai dari desa Hiwa, 165 meter di atas permukaan laut. Anda dapat menemukan panduan komunitas lokal di sini. Mereka biasanya membawa busur dan anak panah untuk menembak babi dan kera, serta parang untuk memotong jalan.

Penduduk setempat adalah pemandu terbaik yang memiliki pengetahuan lengkap tentang pegunungan. Meski akan merasa sedikit disorientasi dalam perjalanan di lereng hulu Sungai Lido, mereka berusaha mencari jalan melewati hutan lebat. 

Total pendakian dari Hiwa ke puncak sebenarnya (Wokoh) sekitar 1.266 meter di atas permukaan laut, dan ke Puncak Lido sekitar 1.008 meter di atas permukaan laut. 2,5 km pertama Hiwa merupakan pendakian yang landai melalui perkebunan dan tanaman kakao (385 m di atas permukaan laut), kemudian 1,5 km melewati dasar sungai yang kering dan berbatu (629 m di atas).

Di ujung dasar sungai, jalan setapak berbelok ke kanan di sebuah punggung bukit. Setelah sekitar 2,5 km mendaki jalur ini, tercapai puncak pertama Il Lido (1273 meter di atas permukaan laut).

Waktu yang disarankan untuk perjalanan pulang pergi dari Hiwa ke puncak Ili Lido adalah sekitar sembilan jam. Dibutuhkan lebih banyak waktu untuk sampai ke Ili Wukoh. Pepohonan tampak menghalangi pandangan dari Wukuh, dan terlihat lebih bagus dari Lido.

Pendakiannya memiliki tingkat kesulitan sedang dan hanya membutuhkan waktu empat jam untuk mencapai puncak sebenarnya. Sementara itu, jalur dan jalur pendakian jarang digunakan oleh orang asing dan penduduk lokal.   6. Hutan tidak tersentuh

Hutan ini dikelilingi oleh hutan yang belum terjamah dan penuh dengan satwa liar seperti musang, monyet Flores, burung kicau, kijang Timor, ular dan satwa liar lainnya. Seperti kebanyakan hutan pegunungan di Indonesia, terjadi pembukaan hutan perawan secara bertahap untuk dijadikan bahan bangunan dan lahan pertanian baru.

Hutan mungkin penuh dengan binatang liar tetapi jangan berharap untuk melihatnya saat berjalan melalui hutan. Salah satu pemandu sekaligus warga sekitar yang merupakan pengamat burung mengatakan, gunung tersebut memiliki potensi yang bagus untuk mengamati burung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *