PF Media, Jakarta Gabungan Pengusaha Cerutu Indonesia (GAPPRI) menyambut baik keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai (CHT) produk tembakau pada tahun 2025.

Salah satu keyakinan pemerintah adalah akibat kenaikan pajak konsumsi rokok pada tahun 2020, 2021, 2022, 2023 dan 2024, terjadi fenomena penurunan harga rokok yang setiap tahunnya meningkat lebih dari 10 %, peningkatannya adalah 65%. Fenomena ini ditandai dengan beralihnya konsumen ke produk rokok yang lebih murah, termasuk rokok ilegal.

GAPPRI bersyukur karena pemerintah tidak menaikkan tarif CHT pada tahun 2025, keputusan ini akan membantu industri rokok bertahan dan konsumen akan terus termotivasi untuk membeli rokok legal.

Selain penilaian tarif pajak CHT tidak naik, GAPPRI juga meminta pemerintah tidak mengubah harga jual (HJE) pada tahun 2025 dan tidak menaikkan pajak pertambahan nilai menjadi 12 persen. Ketua Persatuan GAPPRI Henry Najoan di Jakarta, Kamis (9/2024) 26 Juli).

Henry Najoan mengatakan, berdasarkan kondisi hukum pasar rokok yang terancam tekanan non-finansial dan finansial, pabrik-pabrik anggota GAPPRI berusaha bertahan melalui tenaga kerja dan kelangsungan industri, serta penurunan produksi dan penurunan produksi. perlambatan kinerja pendapatan. Live CHT, yang memerlukan kebijakan mitigasi.

“Kami mendorong keseimbangan antara fungsi pengendalian dan fungsi pendapatan ke depan,” kata Henry Nahoan.

Oleh karena itu, GAPPRI meminta Menteri Keuangan mempertimbangkan empat (4) usulan berikut ini. Pertama, tidak adanya kenaikan tarif CHT pada tahun 2025, 2026, dan 2027. Hal ini untuk melanjutkan proses pemulihan industri tembakau legal di Tanah Air.

Kedua, GAPPRI memperkirakan Harga Jual Eceran (HJE) tidak mengalami kenaikan pada tahun 2025. Hal ini untuk memenuhi lemahnya daya beli.

Ketiga, tidak ada kenaikan PPN pada tahun 2025 untuk menjaga penjualan karena daya beli masyarakat menurun.

Keempat, kami mendorong kelanjutan operasi pemberantasan rokok ilegal dan peran serta aparat penegak hukum (APH) terkait untuk melecehkan para penjual rokok ilegal dengan cara yang sangat rutin.

Henri Nachoan menjelaskan: “Tujuan dari empat proposal kami adalah untuk memberikan dukungan yang lebih besar terhadap rokok legal, yang telah mempekerjakan banyak pekerja, terutama perempuan, dan diproduksi di sebagian besar pabrik dengan bahan baku dalam negeri.”

,

Sebelumnya GAPPRI mengingatkan Menteri Keuangan RI pada 19 Agustus 2024. Saat itu, GAPPRI meminta agar tarif CHT tidak mengalami kenaikan pada tahun 2025, 2026, dan 2027. Tujuannya, memberikan peluang bagi industri rokok legal untuk bangkit kembali.

Henry Najoan mengatakan: “GAPPRI juga mendesak pemerintah untuk tidak menyederhanakan struktur tarif pajak produk tembakau dan mengurangi selisih harga antar kategori rokok.”

Henry Najoan mengungkapkan, ada tanda-tanda jelas bahwa industri tembakau Tanah Air (IHT) sedang kurang baik. Dalam konteks ini, terjadi pula penurunan perdagangan atau konsumsi rokok golongan 1 karena konsumen beralih ke rokok yang lebih murah, termasuk rokok ilegal.

Peredaran rokok ilegal terus menggerus pangsa pasar rokok legal. Hal ini tercermin dari pendapatan CHT pada tahun 2023 yang kurang dari target.

Henry Najoan menegaskan, “Prediksi kami target CHT tahun 2024 tidak akan tercapai.”

Fakta di atas menunjukkan bahwa akibat kenaikan tarif CHT yang signifikan antara tahun 2020-2024, daya beli banyak konsumen sangat lemah sehingga harga rokok legal di Indonesia tidak lagi terjangkau.

“Dengan dipertahankannya tarif CHT, HJE dan PPN tentunya membantu memulihkan suasana industri rokok legal, semoga meningkatkan produksi dan tentunya mencapai target pendapatan CHT,” jelas Henry Najoan.

,

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Penerapan UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 diumumkan pada 27 Juli. Berikutnya, Rancangan Menteri Kesehatan tentang Keamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektrik (RPMK) menjadi perhatian GAPPRI, karena banyaknya dampak dari kebijakan yang sangat restriktif.

“Jika regulasi memberikan tekanan pada industri resmi, maka rokok ilegal akan meningkat. Kemasan polos dan larangan iklan luar ruang bukanlah solusi efektif untuk menurunkan angka merokok dan hanya akan membuka pintu bagi produk ilegal yang merugikan negara.” .

Diketahui, Administrasi Umum Kepabeanan menyatakan hingga tahun 2023 tingkat peredaran rokok ilegal sebesar 6,86%. Angka tersebut menunjukkan potensi pendapatan negara sekitar Rp 15,01 triliun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *