PF MEDIA

Media Terbaik Membaca Berita Indonesia

DKPKP Kabupaten Pangandaran Hanya Pembina Nelayan di Wilayah Pantai Pangandaran Sepanjang 92 KM

PANGANDARAN JAWA BARAT – Dinas Perikanan Laut dan Ketahanan Pangan (DKPKP) Kabupaten Pangandaran hanya berperan sebagai pengawas bagi nelayan di wilayah pesisir pantai Pangandaran atau sepanjang 92 km.

“Kami hanya mengedukasi para nelayan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan,” kata Kepala Departemen Kelautan Perikanan dan Ketahanan Pangan Alan Sarlan S.Ip di kantornya, 12 Juni lalu. Ucapnya usai merayakan ulang tahunnya yang ke-46 pada Rabu 2024. .

Selamat ulang tahun ke 46 Tuan Cadiz! Semoga dia hidup lebih dari seratus tahun. Saya berharap yang terbaik dalam urusan Anda. “Terima kasih,” ucap Alan Sarlan sambil mengajak mereka makan kue ulang tahun bersama.

Sambil makan kue ulang tahun, Di Nuansa Sinar dan PF MEDIA Media kami menanyakan tugas pokok dan fungsi DKPKP Pangandaran dan Ketua DKPKP menyampaikan bahwa tugas pokok dan fungsi DKPKP Kabupaten Pangandaran adalah dari nol mil ke daratan; Oleh karena itu, hasil tangkapan nelayan dari laut diangkut ke TPI untuk dikelola dan didistribusikan. Biasanya ikan hasil tangkapan di laut dibawa ke TPU untuk diperdagangkan di TPI. Ini adalah Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2010.

“Oke, Dari nol sampai 12 mil, kalau kewenangannya milik negara, ikan yang tidak boleh ditangkap, seperti udang dan belut, Ada zona terlarang yang tidak boleh diambil udangnya,” kata Sarlan.

Menurut dia, DKPKP memberikan informasi dan pelatihan edukasi kepada nelayan mengenai alat apa saja yang bisa digunakan dan ramah lingkungan. Pemanenan ikan khususnya untuk pertanian yang tidak bisa diukur, tidak dibatasi sesuai Peraturan Menteri (Permen),” ujarnya.

Hal lainnya, aktivitas nelayan terkait penangkapan bayi lobster secara ilegal kini sudah mulai berkurang dan RN serta nelayan sudah sepakat tidak lagi mengambil lobster tersebut.

Meski kementerian memberi izin, namun tuntutan yang harus dipenuhi para nelayan itu sulit. Dengan kata lain, nelayan tersebut harus memiliki Nomor Induk Usaha (NIB) dan Pangandaran belum memiliki Kelompok Usaha Bersama (KUB). Oleh karena itu, akhirnya secara hukum nelayan Pangandarin tidak diperbolehkan mengambil bayi lobster.

Tentang penangkapan belut (Phan Phi). Pemerintah memiliki peraturan yang mengatur nelayan harus mengukur hasil tangkapannya. Yaitu batas kuota pengambilan ikan; Kategori ikan juga merupakan anak dari Tatmadaw, dan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh masing-masing provinsi juga menjadi kewenangannya.

Jika mereka tetap melanjutkan aktivitasnya di laut dengan mengambil anak-anak atau merusak kawasan konservasi, Dinas Kelautan Pangandaran hanya akan memberikan imbauan dan teguran jika pihak berwenang berada di negara tersebut.

Padahal, sesuai aturan kementerian, nelayan boleh menangkap lobster, tapi nelayan juga harus punya kail. Saya tidak bisa mengambilnya karena saya tahu jelas berapa kuota yang ada..kan? membawa pergi Kuota sudah terpakai. Kalau aturan dan syarat menterinya terpenuhi, ya sudah.

“Untuk Pangandaran sendiri, kita sudah punya pemimpin, kepala daerah melalui surat edaran gubernur, sudah melarang kepala daerah mengambil bayi udang,” ujarnya.

Sarlan kembali menegaskan keberadaan Bagang di Laut Pangandaran. Di Bagang juga jadi masalah… karena tidak mengikuti aturan dan ketentuan Kementerian. 

“Kementerian punya 5 rencana untuk mendapatkan emas Indonesia… Iya, salah satunya kawasan konservasi dan Bagang masuk kawasan konservasi, artinya Bagang tidak boleh bekerja di kawasan konservasi,” ujarnya. (Anton AS)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *