PP Nomor 28 Tahun 2024 Dinilai Belum Ideal dan Masih Banyak Celah, Termasuk soal Aturan Iklan Rokok

PF Media, Peraturan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atau PP no. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang disahkan pada 26 Juli 2024 dibacakan oleh berbagai organisasi masyarakat sipil.

Usai mengkaji PP Nomor 28 Tahun 2024, berbagai organisasi masyarakat sipil di Indonesia mulai mengutarakan sikapnya. Organisasi-organisasi tersebut antara lain: Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Pusat Dukungan Pengendalian Tembakau – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI) Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI).

Dalam keterangannya pada jumpa media pada 31 Juli 2024, Ketua Umum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Profesor Hasbullah Tabrani mengatakan aturan tersebut belum ideal.

Meski regulasinya kurang ideal, kami berterima kasih kepada Presiden Jokowi yang telah menandatangani PP Kesehatan, kata Hasbullah, mengutip siaran pers, Kamis (8/1/2024).

Ia menyadari sulitnya mengatur penertiban produk tembakau yang bersifat adiktif secara lebih ketat dan sempurna dalam PP tersebut, mengingat adanya intervensi dan tekanan yang luar biasa dari industri tembakau dan pendukungnya.

Namun dengan segala keterbatasan PP ini, kami mendorong Presiden Jokowi dan Presiden terpilih Prabowo beserta jajarannya untuk segera menerapkan PP Nomor 28 Tahun 2024. Kami siap membantu proses sosialisasi untuk memastikan masyarakat memahami hak-haknya. Untuk perlindungan kesehatan,” tambahnya.

Hizbullah juga menanggapi beberapa reaksi media dari para pendukung industri tembakau, yang mengacaukan masalah kesehatan dengan masalah ekonomi.

Menurutnya, kepentingan ekonomi sangat bergantung pada kualitas kesehatan sumber daya manusia Indonesia.

“Dengan adanya regulasi kesehatan yang lebih baik dalam mengatur perlindungan zat adiktif, diharapkan angka kesakitan dan kematian akan menurun, kualitas kesehatan meningkat, BPJS tidak defisit dan prevalensi stunting dan TBC akan menurun. .

“Dengan demikian, sumber daya manusia yang sehat dan tidak menggunakan uangnya untuk membeli produk-produk yang tidak produktif atau bahkan berbahaya akan membantu membangun negara dan pada akhirnya kita benar-benar mampu melahirkan generasi emas Indonesia,” jelas Hasbullah.

Pada kesempatan yang sama, Presiden Pusat Dukungan Pengendalian Tembakau – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI), Dr. Sumarjati Arjoso mengatakan, PP ini juga mengharuskan penerapan peraturan yang mengikat di kementerian teknis yang berwenang.

“Dengan demikian, beban persoalan tingginya konsumsi rokok di negeri ini bukan hanya tugas Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingat dampaknya juga bersifat multisektoral,” kata Sumajati.

“Peran pemerintah daerah juga akan sangat besar dalam penerapan aturan ini dan akan menjadi bagian yang sangat penting, sehingga diharapkan pemerintah daerah proaktif dalam menerapkannya di daerahnya masing-masing, ” dia ditambahkan.

Saat ini, Presiden Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), Yr. Aryana Satrya mengatakan aturan tersebut masih memiliki banyak celah.

Namun sangat disayangkan masih banyak kesenjangan pada bagian Pengamanan Zat Adiktif di PP tersebut sehingga akan melemahkan upaya pengendalian tembakau ke depan, kata Aryana.

Menurut dia, aturan seperti jumlah 20 batang rokok per bungkus hanya berlaku untuk rokok putih, sedangkan perokok Indonesia menghisap rokok Kretek. Serta larangan beriklan yang hanya didaftarkan di media sosial, sedangkan di media digital, selain media sosial, iklan rokok masif.

Tentu akan ada kelemahan pada PP yang tujuannya melindungi warga dari bahaya rokok dan rokok elektronik, tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *